Sengeka Golla, Na U' Senge'ki Kaluku, Na To' Sirampe Ri' Manennungeng, Narekko Massarakki Bajae Sangadie, Napoleiki Uddani Congaki Ribittarae Tosiduppa Mata Riketengnge. Rekko Pale Maeloki Missengi Kareba'ku, Ta'kutanangngi Pasekku Ri Anging Labu Kessoe. Engkatu Bunga-bunga Sitakke Utanengakki, Narekko Makellei Daunna Tabollorangmanika Kasi Na'saba Wae Mata. Sarekkoammengi Engka Mancaji Passengereng Pallawa Uddani.
Minggu, 22 April 2012
Perbedaan filsafat dengan ilmu pengetahuan (Sains)
Filsafat menggarap bidang yang luas dan umum, sedangkan ilmu pengetahuan membahas bidang-bidang yang khusus dan terbatas. Tujuannya pun lain, filsafat bertujuan mencari pemahaman dan kebijaksanaan atau kearifan hidup. Sedangkan ilmu pengetahuan bertujuan untuk mengadakan deskripsi, prediksi, eksperimentasi, dan mengadakan kontrol.
Obyek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan obyek material ilmu pengetahuan itu bersifat khusus dan empiris. Artinya ilmu pengetahuan hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu. Obyek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam, dan mendasar. Sedangkan ilmu pengetahuan bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal ilmu pengetahuan bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan. Sedangkan ilmu pengetahuan haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu pengetahuan terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya.
Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu pengetahuan bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis yang di mulai dari tidak tahu menjadi tahu.
Filsafat memberikan penjelasan yang mutlak dan mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu pengetahuan menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, dan yang lebih sekunder (secondary cause).
Batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia sedangkan batas kajian ilmu pengetahuan adalah fakta.
Ilmu pengetahuan menjawab pertanyaan why dan how sedangkan filsafat menjawab pertanyaan why, why, dan why dan seterusnya smpai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia.
Sekelebat tentang filsafat
Filsafat, atau philosophy dalam bahasa inggris diambil dari bahasa yunani philosophia (Φιλοσοφία). Kata ini adalah kata majemuk yang berasal dari kata philia yang berarti “persahabatan, cinta” dan sophia yang berarti “kebijaksanaan”. Maka dari itu secara harfiah filsafat dapat diartikan “pecinta kebijaksanaan”.
Sains atau science dalam bahasa inggris, berasal dari bahasa latin scientia yang berarti “mengetahui” merujuk ke metodologi sistematik yang bertujuan menggali informasi akurat mengenai fakta dan berusaha memodelkannya. Dari model tersebut manusia berusaha memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Tentu saja prediksi yang dibuat harus dapat diandalkan, kuantitatif, dan konkrit.
Perbedaan yang paling mendasar antara filsafat dan sains adalah cara mengambil kesimpulan. Filsafat berusaha mencari kebenaran atas suatu hipotesa hanya dengan kekuatan berfikir. Sains bertumpu pada data-data yang telah diambil dan diverifikasi. Oleh karena itu keluaran yang dihasilkan juga berbeda tipe. Teori-teori keluaran filsafat bersifat Kualitatif dan Subjektif. Sedangkan sains menghasilkan output yang Kuantitatif dan Objektif.
Secara umum manusia berpikir induktif, yaitu dari hal khusus ke umum, dan relatif membuat asumsi-asumsi yang mendukung hipotesanya. Data bersifat kebalikannya, yaitu membatasi ruang cakupan teori dan mengerucutkan hipotesa sehingga menjadi teorema yang khusus. Karenanya filsafat juga menghasilkan teori-teori yang Umum dan Eksperimental, sedangkan keluaran sains bersifat Spesial dan Empiris.
Walaupun berbeda, filsafat dan sains tetap memiliki sifat-sifat ilmu yaitu temporal, sistematis, rasional, kritis, dan logis. Temporal artinya bersifat sementara, teori apapun di dunia ini jika ada teori pengganti yang lebih baik atau lebih global akan ditinggalkan. Sistematis, rasional, kritis, dan logis adalah cara manusia berpikir. Keempat sifat itu adalah setting default otak manusia. Bila satu saja ditinggalkan, teori yang dihasilkan tidak akan bertahan.
Bagaimanapun juga ada beberapa hal yang tidak bisa dicover metode sains secara indah. Disinilah metode filsafat berperan. Ilmu sosial dan psikologi contohnya. Data yang diambil seringkali terlalu acak untuk dapat dianalisis dengan metode ilmiah. Maka dari itu intuisi dan pemikiran manusia yang notabene merupakan metode filsafat banyak berperan disana.
Perkembangan Filsafat Sains di Barat
Periode paling awal dalam perkembangan filsafat di dunia barat disebut Ancient (Periode kuno) yang terjadi disekitar kejatuhan kerajaan romawi kuno sampai dengan abad 14. Daerah yang mengalami perkembangan paling pesat adalah Yunani.
Secara harfiah tidak ada aliran tertentu yang berpengaruh di masa ini karena pada umumnya filosof Yunani tidak membatasi pikiran mereka hanya pada satu bidang tertentu saja. Kondisi alam, sosial, politik, kebudayaan juga menjadi bahan pikiran mereka dalam berfilsafat.
Tema sentral yang paling sering dibahas adalah tema-tema yang berkaitan dengan alam, tentang definisi berbagai hal yang sering ditemui dalam kehidupan, struktur kehidupan, bahkan kadang ada juga yang bertema ketuhanan.
Tersebut dua nama: Plato dan muridnya Aristoteles. Dua orang guru-murid yang seringkali berkebalikan dalam pemikiran. Merekalah yang berpengaruh dan ditokohkan pada masa itu.
Aristoteles adalah murid Plato. Pemikirannya lebih mengarah pada logika dan kehidupan. Hal inilah yang menjadikan Aristoteles menjadi filosof sistematis pertama. Buah pikirannya yang masih dipakai sampai sekarang adalah silogisme, yaitu metode untuk mencari kesimpulan dengan menghubungkan 2 atau lebih objek dalam suatu keterkaitan.
Guru dari Aristoteles, Plato, merupakan murid Socrates. Sang Inisiator perkembangan filsafat di Yunani. Plato paling banyak berpikir tentang eksistensi manusia dan situasi politik city state dari Yunani. Berbagai pokok pikiran Plato dirangkum menjadi Teori Kejadian yaitu:
1. Pikiran mempunyai kapasitas untuk mengerti.
2. Konsep lebih nyata, permanen dan lebih umum daripada benda-benda yang ada di dunia.
3. Kejahatan adalah buntuk ketidakpedulian terhadap fakta.
4. Dalam badan terdapat jiwa yang tak pernah mati.
Periode selanjutnya adalah Medieval (Periode Pertengahan). Periode ini terjadi antara abad 14 dan 17, saat dimana renaissance cukup berjaya. Ketuhanan dan berbagai ciptaan Tuhan yang ada di dunia adalah Aliran yang dianut pada masa ini.
Jika Tuhan ada, maka Dia adalah eksistensi yang paling berpengaruh di dunia dan sangat pantas untuk dipelajari. Ini adalah teori populer yang dipegang. Beberapa ahli terus mengadakan penelitian untuk membuktikan eksistensi Tuhan dengan logika.
Tema sentral pada masa ini adalah ketuhanan. Bahkan pada masa ini lazim disebut berfilsafat jika mengadakan penelitian di bidang Teologi dan pengobatan. Tokoh yang berpengaruh pada masa ini adalah Thomas Aquinas dan St. Anselm.
Thomas Aquinas menyatakan bahwa pada masa lalu pasti ada seseorang atau sesuatu yang menciptakan berbagai benda yang ada di alam, Tuhan. Dengan teori inilah dia berusaha menjelaskan kekuatan dan keunikan kekuatan Tuhan. Sementara itu St. Anselm menciptakan teori yang mengatakan Tuhan memiliki kemungkinan untuk mempunyai properti yang baik karena Eksistensi alam merupakan sesuatu yang baik, maka begitu pula dengan Tuhan.
Pada abad 17 hingga 20 periode Modern menapakkan kakinya. Rasionalisme dan Empirisisme adalah aliran yang sangat berpengaruh pada masa itu. Hal ini dikarenakan menjamurnya filosof yang menggunakan pikiran mereka untuk melihat perilaku alam sekitar dan kondisi sosial di lingkungan tempat mereka berada.
Tema zaman ini adalah mengorganisasikan berbagai pemikiran filosofi dan sains kedalam dasar yang disebut sebagai sifat rasional, skeptikal, logikal, dan aksiomatik. Descartes dan Locke adalah tokoh yang berpengaruh kuat dalam masa ini.
“Hanya pengetahuan yang berdasarkan kebenaran mampu dinalar dengan logika dan akal.”
Kalimat ini dicetuskan Rene Descartes. Menurutnya pengetahuan yang berdasarkan kebenaran adalah Matematika dan berbagai ilmu yang mendasari pengetahuan seperti gerak, gravitasi, dsb. Semua selain itu harus berdasarkan pengamatan dan/atau penelitian yang ditujukan untuk ilmu pengetahuan.
John Locke berpendapat bahwa pengetahuan yang didapat manusia harus berdasarkan mengalaman atau penelitian yang dialami oleh setiap individu. Menurutnya pikiran adalah secarik kertas putih kosong dan pengalaman hidup akan membuatnya berwarna dan bercorak. Pada dasarnya pengetahuan tidak dapat dideduksi, tapi berkat pengalaman hidup pengetahuan jadi dapat dimengerti.
Selepas Periode Modern usai muncullah masa yang disebut Periode Kontemporer. Masa yang ditandai dengan keinginan kuat untuk kembali kepada ajaran agama. Filosof di Barat mulai menyadari bahwa era modern telah melahirkan kehidupan yang kering spiritual dan tidak bermakna.
Jean Baudrillard, Michel Foucault, Martin Heidegger, Karl Popper, Bertrand Russell, Jean-Paul Sartre, Albert Camus, Jurgen Haberma, Richard Rotry, Feyerabend, Jacques Derrida, Mahzab Frankfurt adalah nama-nama yang muncul sebagai pionir periode ini.
Jürgen Habermas adalah seorang filsuf dan sosiolog penganut Critical Theory dan pragmatisme Amerika. Dia dikenal dengan sebuah konsep ruang publik berdasarkan teori ‘aksi komunikatif’. Karyanya yang seringkali diberi label Neo-Marxisme terfokus pada dasar-dasar pembentukan teori sosial dan epistemologi, analisa kapitalisme di masyarakat industrial dan demokratis; kepastian hukum di dalam konteks evolusi sosiobudaya; dan politik kontemporer, terutama yang terjadi di Jerman. Dia mengembangkan sistem teori yang diabdikan untuk menunjukkan kemungkinan penalaran, emansipasi dan komunikasi logis-kritis yang terdapat di dalam institusi liberal modern.
Seorang filsuf asal Perancis Paul-Michel Foucault adalah salah satu pemikir paling berpengaruh pada zaman pasca Perang Dunia II. Foucault dikenal akan penelaahannya yang kritis terhadap berbagai institusi sosial terutama psikiatri, kedokteran, dan sistem rumah prodeo, serta karya-karyanya tentang riwayat seksualitas. Karyanya yang terkait kekuasaan dan hubungan antara kekuasaan dengan pengetahuan telah banyak didiskusikan dan diterapkan, selain pula pemikirannya yang terkait dengan “diskursus” dalam konteks sejarah filsafat Barat.
Langganan:
Postingan (Atom)